DINAMIKA
KONFLIK
Manusia melakukan kegiatan dan bereaksi terhadap kegiatan orang lain dalam
organisasi baik pimpinan atau sesama anggota, menimbulkan bermacam-macam
dinamika perilaku dalam berorganisasi. Dan konflik biasanya timbul sebagai
hasil adanya masalah-masalah hubungan pribadi (ketidaksesuaian tujuan atau
nilai-nilai pribadi karyawan dengan perilaku yang harus diperankan pada
jabatannya, atau perbedaan persepsi) dan struktur organisasi (perebutan sumber
daya-sumber daya yang terbatas, pertarungan antar departemen dan sebagainya).
Pada hekaktnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara kelompok
atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi.
Dalam dinamika organisasi ini akan dibahas beberapa hal penting antara lain :
A. Dinamika
Konflik
Konflik
adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau
lebih pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan
suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui
sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa
individu dalam suatu interaksi.
B.
Jenis-Jenis Konflik
Adapun
mengenai jenis-jenis konflik, dikelompokkan sebagai berikut :
•
Personrole
conflict : konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang. Konflik ini
pada hakekatnya meminta kesadaran orang untuk menaati peraturan yang ada atau
memerlukan kesetiaan orang pada organisasi.
•
Inter-role
conflict : konflik antar peranan, yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat
satu atau lebih fungsi yang saling bertentangan. Konflik ini dapat dihindari
dengan mendefinisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah
dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat
negative dwi fungsi diminimumkan.
•
Intersender
conflict : konflik yang timbuk karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa
orang. Ini dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak
yang berkepentingan.
•
Intrasender
conflict : konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling
bertentangan.
Selain
pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang
dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yaitu :
•
Konflik
dalam diri individu yang terjadi bila seseorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya.
•
Konflik
antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan
oleh perbedaan-perbedaan kepribadian.
•
Konflik
antar individu dan kelompok. yang berhubungan dengan individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
•
Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
•
Konflik
antar organisasi yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
system perekonomian suatu Negara.
Individu-individu
dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang
menyebabkan konflik. Secara lebih konseptual litteral mengemukakan empat
penyebab konflik organisasional, yaitu :
•
Suatu
situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai
•
Keberadaan
peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang
tidak sesuai
•
Suatu
masalah yang tidak tepatan status
•
Perbedaan
presepsi
Didalam
organisasi terdapat empat bidang struktural, dan dibidang itulah konflik sering
terjadi, yaitu :
* Konflik
hirarkis adalah konflik antar berbagai tingkatan organisasi
* Konflik
fungsional adalah konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi
* Konflik
lini-staf adalah konflik antara lini dan staf
* Konflik
formal informal adalah konflik antara organisasi formal dan organisasi
informal.
Secara
tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana
dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan, yaitu :
1. Konflik dapat di hindarkan
2. Konflik diakibatkan oleh para
pembuat masalah, pengacau dan primadona
3. Bentuk-bentuk wewenang legalistic
4. Korban diterima sebagai hal yang tak
dapat dielakkan
Apabila
keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar
anggota organisasi itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, sehingga
konflik tak terelakkan. Dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai
tindakan tetapi harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu :
- Menggunakan
kekuasaan
-
Konfrontasi
- Kompromi
-
Menghaluskan situasi
-
Mengundurkan diri
C. Berbagai
Segi Positif dari Konflik sebagai berikut :
1. Konflik
dalam:
•
Perggantian
pimpinan yang lebih berwibawa,penuh ide baru dan semangat baru.
•
Perubahan
tujuan organisasi yang lebih mencerminkan nilai-nilai yang disesuaikan dengan
perubahan situasi dan kondisi.
•
Pelembagaan
konflik itu sendiri artinya konflik disalurkan tidak merusak susunan atau
struktur organisasi.
2. Konflik
dengan organisasi lain mungkin dapat :
•
Lebih
mempersatukan para anggota organisasi.
•
Mendatangkan
kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi
•
Lebih
menyadarkan para anggota terhadap strategi serta taktik lawan.
•
Sebagai
suatu lembaga pengawasan masyarakat.
Bagaimanapun
juga, konflik merupakan suatu hal yang memakan pikiran,waktu,tenaga,dan
lain-lain untuk menyelesaikannya. Tetapi bila dilihat sekilas sepertinya
konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan diselesaikan, tetapi dalam hal ini
jangan beranggapan bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut
telah gagal. Karena betapapun sulitnya suatu konflik pasti dapat diselesaikan
oleh para anggota dengan melihat persoalan serta mendudukannya pada proporsi
yang wajar.
D. Sumber-Sumber
Konflik
*
Sumber-Sumber Konflik Organisasional, berbagai sumber utama konflik
organisasional dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan
untuk membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas.
Konflik ini
dapat timbul karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan
bagian terbesar sumber daya – sumber daya yang tersedia.
2. Perbedaan
– perbedaan dalam berbagai tujuan.
Kelompok-kelompok
organisasi cenderung menjadikan terspesialisasi atau dibedakan karena mereka
mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia yang tidak sama.
Perbedaan-perbedaan ini sering menyakibatkan konflik kepentingan atau
prioritas, meskipun tujuan organisasi sebagai keseluruhan telah disetujuin.
3. Saling
ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja.
Konflik
potensial adalah terbesar apabila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya
karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.
4. Perbedaan
nilai-nilai atau persepsi.
Perbedaan-perbedaan
tujuan diantara anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan
dengan berbagai perbedaan sikap,nilai-nilai dan persepsi yang dapat menimbulkan
konflik.
5.
Kemenduaan organisasional
Konflik
antar kelompok dapat juga berasal dari tanggungjawab kerja yang dirumuskan
secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas.
6. Gaya-gaya
individual.
Pada umumnya
konflik ini terjadi apabila para anggota kelompok sangat berbeda dalam hal
ciri-ciri seperti sifat kerja,umur dan pendidikan.
*Konflik
Antar Pribadi
Salah satu
penanganan analitis konflik antar pribadi dapat diperoleh dengan mempelajari
berbagai cara berbeda yang dipergunakan seorang “pribadi” untuk berinteraksi
dengan pribadi-pribadi lain. Menurut Jendela Johari, pribadi seseorang terbagi
menjadi 4 yaitu :
1. Pribadi terbuka (open self), bentuk
interaksi ini orang mengenal dirinya sendiri dan orang lain.
2. Pribadi tersembunyi (hidden self),
bentuk ini orang mengenal dirinya sendiri tetapi tidak mengenal pribadi orang
lain.
3. Pribadi buta (blind self), bentuk
ini orang mengenal pribadi orang lain tetapi tidak mengenal dirinya sendiri.
4. Pribadi tak dikenal (undiscovered
self),bentuk ini orang tidak mengenal baik dirinya sendiri maupun orang lain.
Jendela
Johari hanya mengemukakan berbagai kemungkinan pola antar pribadi, tetapi tidak
menggambarkan situasi-situasi konflik antar pribadi yang mungkin terjadi.
Meskipun demikian jendela johari sangat berguna untuk menganalisa
situasi-situasi konflik tersebut.
Terdapat
tujuh pedoman bagi pengadaan umpan balik untuk hubungan-hubungan antara pribadi
yang efektif dapat diperinci sebagai berikut:
a. Menjadi
lebih deskriptif daripada bersifat pertimbangan
b. Menjadi
lebih spesifik daripada umum
c. Menangani
hal-hal yang dapat diubah
d. Bemberi
umpan balik apabila diinginkan
e.
Memperhatikan motif-motif pemberian dan penerimaan umpan balik
f. Memberikan
umpan balik pada saat perilaku berlangsung
g.
Memberikan umpan balik bila akurasinya dapat dicek dengan orang-orang lain
*Konflik Organisasional
Dalam hal
ini litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional yaitu antara
lain:
1. Suatu situasi dimana tujuan – tujuan
tidak sesuai
2. Keberadaan peralatan-peralatan yang
tidak cocok atau alokasi-lalokasi sumber daya yang tidak sesuai
3. Suatu masalah ketidaktepatan
status
4. Perbedaan presepsi
*Konflik
Struktural
Dalam
organisasi klasik ada empat bidang structural dimana konflik sering terjadi:
a. Konflik
hirarkis,yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi
b. Konflik
fungsional,yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi.
c. Konflik
lini-staf,yaitu konflik antar lini dan staf.
d. Konflik
formal – informal,yaitu konflik antara organisasi formal dan informal.
E. Peranan
Konflik Dalam Organisasi
Secara
tradisional, pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana
dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan sebagai
berikut:
1. Konflik menurut definisinya dapat
dihindarkan
2. Konflik diakibatkan oleh para
pembuat masalah, pengacau, dan primadona.
3. Bentuk-bentuk wewenang legalistic
seperti ‘berjalan melalui saluran-saluran‘ atau ‘berpegang pada aturan‘.
Dan hasilnya
berupa serangkaian anggapan baru tentang konflik yang hampir persis berlawanan
dengan anggapan-anggapan tradisional:
1. konflik tidak dapat
dihindarkan
2. konflik ditentukan oleh
factor-faktor struktural seperti bentuk fisik suatu bangunan, desain struktur
karier, atau sifat sistem kelas.
3. Konflik adalah bagian integral sifat
perubahan.
4. Konflik dapat membantu atau
menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
5. Tingkat konflik minimal adalah
optimis.
Atas dasar anggapan-anggapan
diatas, manajemen konflik organisasional telah menggunakan suatu pendekatan
baru.pendekatan yang cukup representative adalah tiga strategi dasar untuk
mengurangi konflik organisasional yang dikemukan literer yaitu:
1.
Penyangga
atau penengah dapat diletakkan diantara pihak-pihak yang sedang berkonflik.
2.
Membantu
pihak-pihak yang sedang konflik untuk menggembangan pandangan yang lebih baik
tentang diri mereka dan cara mereka yang saling mempengaruhi.
3.
Merancang
kembali struktur organisasi agar konflik berkurang.
F. Strategi
Penyelesaian Konflik
Mengendalikan
konflik berarti menjaga tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan
organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika
organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan
disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan
cara :
1. Mempertegas atau menciptakan tujuan
bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit
kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
2. Meminimalkan kondisi
ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit
kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau
lebih unit kerja.
3. Memperbesar sumber-sumber organisasi
seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi
kebutuhan semua unit kerja.
4. Membentuk forum bersama untuk
mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih
membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar
kepentingan yang sama.
5. Membentuk sistem banding, dimana
konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat
keputusan.
6. Pelembagaan kewenangan formal,
sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik
dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
7. Meningkatkan intensitas interaksi
antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak
berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami
kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
8. Me-redesign kriteria
evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil
dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas
jasa.
JENIS DAN SUMBER KONFLIK
Jenis
Konflik
·
Konflik
antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
·
Konflik
antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
·
Konflik
kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
·
Koonflik
antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
·
Konflik
antar atau tidak antar agama
·
Konflik
antar politik.
Sumber
Konflik
·
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah
individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu
hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan
pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
·
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
·
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para
tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi
bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.
Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang
bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu,
pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan
membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan
individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi
karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah
yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk
dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka
.
·
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai
yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak
kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan
kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun
dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan
berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang
cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal
kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi
seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin
dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak
tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan
penyelesaian konflik ialah :
1. Menghindar
1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu
konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang
dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang
memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer
perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan
“Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan
tanggal untuk melakukan diskusi”
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
Mengendalikan konflik berarti menjaga
tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat
berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal.
Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu
diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara :
- Mempertegas atau menciptakan
tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau
lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit
kerja saja.
- Meminimalkan kondisi
ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara
unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk
koordinator dari dua atau lebih unit kerja.
- Memperbesar sumber-sumber
organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran
sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
- Membentuk forum bersama untuk
mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang
berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya
atas dasar kepentingan yang sama.
- Membentuk sistem banding,
dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan
dan membuat keputusan.
- Pelembagaan kewenangan formal,
sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang
berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
- Meningkatkan intensitas
interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering
pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan
untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah
kerjasama.
- Me-redesign kriteria
evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap
adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan
balas jasa.
Cara-cara Pemecahan
konflik dalam peperangan
Usaha manusia untuk meredakan
pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”.
Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan
tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata,
yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu
pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan
perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan
perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi,
yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang
memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak.
Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam
masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih
maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi,
yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan
yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan
antara Indonesia denganBelanda.
4. Konsiliasi,
yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga
tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang
dibentukDepartemeapai kestabilan n Tenaga Kerja.
Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh,
hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate,
yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang
seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini
terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur.
Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada
masa Perang dingin.
6. Adjudication (ajudikasi),
yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang lain
untuk memecahkan konflik adalah :
1. Elimination,
yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang
diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan
sebagainya.
2. Subjugation atau domination,
yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa
orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara
pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule,
yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan
tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority consent,
yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh
kelompok minoritas.
Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan
dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
5. Kompromi,
yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi,
yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat
sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.
MOTIVASI DAN TEORI
MOTIVASI
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang
individu untuk mencapai tujuannya.Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah
intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y
Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi
dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai
apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda
dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali
disamakan dengan semangat,
seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi
yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan
anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada
perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan
motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama
dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait
dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak
menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan
dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir,
ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan
usahanya.
SEJARAH TEORI MOTIVASI
Tahun 1950an merupakan
periode perkembangan konsep-konsep motivasi.Teori-teori yang berkembang
pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua
faktor.Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang
ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di
organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori hierarki kebutuhan
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori
kebutuhan milik Abraham Maslow.Ia membuat hipotesis bahwa
dalam setiap dirimanusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual,
dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya
fisik dan emosional),
sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan),
penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri
(pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan.Kebutuhan
fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah
sedangkan kebutuhan sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.Perbedaan
antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat
atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan
dipenuhi secara eksternal.
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di
antara manajer pelaksana karena teori ini logis
secara intuitif.Namun,
penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris
dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan
pendukung yang kuat.
Teori X dan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah
mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan.Kesimpulan
yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas
beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung
membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan
asumsi-asumsi tersebut.
·
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan
dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
·
Karena
karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
·
Karyawan
akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah
asumsi ketiga.
·
Sebagian
karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan
menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif
mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi
positif yang disebutkan dalam teori Y.
·
Karyawan
menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau
bermain.
·
Karyawan
akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
·
Karyawan
bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. *Karyawan mampu
membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi,
dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Pengertian, Visioner,
Tegas, Bijaksana Bisa menempatkan diri, Mampu/cakap Terbuka, Mampu mengatur,
Disegani , Cerdas, Cekatan, Terampil, Pemotivasi, Jujur, Berwibawa, Berwawasan
luas, Konsekuen, Melayani, Credible, Mampu membawa perubahan, Adil,
Berperikemanusiaan, Kreatif, Inovatif, Sabar, Bertanggung jawab, Konsiten, Low
profile, Sederhana dan humble (rendah hati), Rendah hati/humble, Royal/tidak
kikir, berjiwa sosial Loyal (setia) kepada bawahan, Disiplin, Mampu menjadi
tauladan/memberi contoh, Punya integritas, Berdikasi/berjiwa mengabdi, Dapat
dipercaya (credible), Percaya diri, Kritis, Religious, Mengayomi, Responsive
(cepat tanggap), Teliti, Supel (ramah), Pema’af, Peduli (care), Profesional,
Berprestasi, Penyelesai Masalah (problem solver), Good looking, Sopan, Cerdas
secara emosi (memiliki tingkat EQ yang tinggi.
TEORI MOTIVASI KONTEMPORER
David
McClelland, pencetus Teori Kebutuhan
Teori
kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh
David McClelland dan teman-temannya.Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga
kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
- kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
- kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
- kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
Teori
evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang
menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku
yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat
motivasi secara keseluruhan.Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara
eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
Teori
penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang
mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja
yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus
dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
Teori
penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku
merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut
mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang
terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
Teori
Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu
membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan
dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan
ketidakadilan.
Teori
harapan
Teori harapan adalah kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari
suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil
yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.
Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia adalah
makanan, cinta, seks, dan
pencapaian.Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh
individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan
karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih
pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan
aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni
keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan
eksternal. disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung
diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu
sendiri.
Variabel-Variabel Motivasi
Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur
(1987) dalam Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri
dari: (1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive); (2) Pengharapan atas
lingkungan kerja (Expectation); (3) Kebutuhan atas imbalan (Insentive). Hal ini
juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962: 83),
memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi
motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh in the form of
an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive).
Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut.
Motif
Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah
faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu.
Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang
dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu
pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan
yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong,
ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka
rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat
Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive
sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at
least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can
tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in
individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang
dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu
kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82) menerangkan
tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu
untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are
unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of
aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah
dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna
memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana
diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa
hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial,
penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.
Harapan
Mengacu pada pendapat Victor Vroom, Cut
Zurnali (2004)mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan dari
kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari
pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan
lingkungan atau outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Morce (1951: 264) secara
singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation
which is the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah
merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur
levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan : The individual
is influenced in his action by two major sources of role expectation the formal
demands made by the company as spalled out in the job, and the informal
expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to
structure the social situation and the devine his place in it.
Dengan merumuskan beberapa pendapat para
ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang dapat
mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang
berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan
yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal
yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan
kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott (1962: 105), addtionally, as
could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact,
effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat
juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya
keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk
mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya
Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga)
konsep konsep dasar, yaitu : (1) Valence atau kadar keinginan seseorang;
(2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk
mewujudkan keinginan itu sendiri (Gary Dessler, 1983: 66).
Insentif
Dalam kaitannya dengan insentif (incentive),
Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa
pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah
incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping
activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu
kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya
kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang
lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif
sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau
persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat
mempengaruhi atau merubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih
lengkap Viteles menyatakan : incentive are situasions which function in
arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions
introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of
people.
Menurut Cut Zurnali,
pendapat yang mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya
tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut
membangun, memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku
mereka kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985:
267) mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila
karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya.
Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people
will not learn very much about anything unless they are motivated to do so,
that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa
seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak
didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka
tidak dibekali dengan insentif secara cukup.
Sumber: